Sabtu, 05 Mei 2012

TEORI TUMBUKAN

TUMBUKAN

Pengaruh  dari  berbagai  faktor  tersebut  terhadap  laju  reaksi  dapat dijelaskan  dengan  teori  tumbukan.  Menurut  teori  ini,  reaksi  berlangsung sebagai  hasil  tumbukan  antar  partikel  pereaksi.  Akan  tetapi,  tidaklah  setiap tumbukan  menghasilkan  reaksi,  melainkan  hanya  tumbukan  antar  partikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang tepat. Jadi laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut:
   frekuensi tumbukan
   freaksi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup
   freaksi partikel dengan energi cukup yang bertumbukan dengan arah yang tepat.

Berikut  akan  diuraikan  syarat-syarat  terjadinya  suatu  reaksi,  meliputi tumbukan efektif dan energi tumbukan yang cukup.
1.  Tumbukan efektif

Tumbukan  yang  menghasilkan  reaksi  kita  sebut  tumbukan  efektif. Molekul  pereaksi  dalam  wadahnya  selalu  bergerak  kesegala  arah,  dan berkemungkinan besar bertumbukan satu sama lain, baik dengan molekul yang  sama  maupun  berbeda.  Tumbukan  itu  dapat  memutuskan  ikatan dalam  molekul  pereaksi  dan  kemudian  membentuk  ikatan  baru  yang menghasilkan molekul hasil reaksi.


Sebagai  contoh,  reaksi  antara  atom  kalium  (K)  dan  metil  iodida

(CH3I) dengan reaksi berikut: K + CH3                                 KI + CH3. Maka, tumbukan yang efektif akan terjadi bila kedaaan molekul sedemikian rupa sehingga antara atom-atom  yang  berukuran  sama  saling  bertabrakan  (Gambar   1a). Sedangkan  tumbukan  tidak  efektif  jika  yang  bertabrakan  adalah  atom- atom dengan ukuran berbeda (Gambar 1b).
 
Gambar 1

Tumbukan yang efektif terjadi bila atom K bertumbukan dengan atom I, karena ukuran atomnya sama.
Supaya terjadi   banyak tumbukan, maka  terjadi  penambahan  molekul pereaksi. Karena dengan bertambahnya molekul pereaksi, dimungkinkan banyak tumbukan efektif   yang terjadi     untuk   menghasilkan molekul  hasil reaksi. Kedaaan tersebut divisualisasikan dalam Gambar AA
Gambar AA
Makin banyak molekul yang bereaksi, makin banyak kemungkinan terjadi tumbukan unuk menghasilkan molekul hasil reaksi.

2.  Energi Tumbukan yang Cukup
Bila  kaca  dilempar  dengan  batu  tetapi  tidak  pecah,  berarti  energy kinetik  batu tidak  cukup  untuk  memecahkan  kaca.  Demikian  pula,  bila telah  terjadi  tabrakan  molekul  pereaksi,  walaupun  sudah  bertabrakan langsung  dengan  posisi  yang  efektif,  tetapi  ternyata  energi  kurang  tidak akan  menimbulkan  reaksi.  Energi  minimum  yang  harus  dimiliki  oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif disebut energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi).
Semua reaksi, eksoterm atau endoterm memerlukan energi pengaktifan.  Reaksi  yang  dapat  berlangsung  pada  suhu  rendah  berarti memiliki energi pengaktifan yang rendah. Sebaliknya, reaksi yang memiliki energi pengaktifan besar hanya dapat berlangsung pada suhu tinggi.Energi  pengaktifan  ditafsirkan  seb agai  energi  penghalang  (barier) antara  pereaksi  dan  produk.  Pereaksi  harus  didorong  sehingga  dapat melewati  energi  penghalang  tersebut  baru  kemudian  dapat  berubah menjadi produk.
 
                              a                                                   b


Gambar 2
Energi pengaktifan untuk reaksi eksoterm (a) dan reaksi endoterm (b)
Menurut  hukum  mekanika,  bahwa  energi  total  (jumlah  energi kinetik dan energi potensial) harus konstan. Berdasarkan Gambar 2 pada saat  terbentuknya  ikatan  baru  (C-D),  masih  terdapat  ikatan  lama  (A -B). Berarti pada saat itu, terdapat dua ikatan (A -B dan C-D). Kedaan seperti itu hanya sesaat dan tidak stabil, maka keadaan tersebut disebut keadaan transisi atau  kompleks  teraktivasi  yang  mempunyai  tingkat  energi  lebih tinggi daripada keadaan awal.
Terbentuknya  ikatan  baru  (C-D)  adalah  akibat  gaya  tarik  (energi potensial),  dan  proses  ini  akan  melepaskan  sejumlah  energi.  Energi tersebut sebagian atau seluruhnya akan dipakai untuk memutuskan ikatan lama  (A -B).  Selama  proses  pemutusan,  terjadi  penurunan  tingkat  energi sistem, karena terbentuk ikatan baru yang energinya lebih rendah.
Dengan demikian, dalam suatu reaksi terdapat tiga keadaan yaitu keadaan  awal  (pereaksi),  kedaaan  transisi,  dan  keadaan  akhir  (hasil reaksi).  Keadaan  transisi  selalu  lebih  tinggi  daripada  dua  keadaan  yang lain,  tetapi  kedaan  awal  dapat  lebih  tinggi  atau  lebih  rendah  daripada keadaan akhir. Bila keadaan awal lebih tinggi, reaksi menghasilkan kalor atau eksoterm (Gambar 2a). Dan bila sebaliknya, reaksi adalah menyerap kalor atau endoterm (Gambar 2b).

r

Tidak ada komentar:

Posting Komentar